Saya membandingkan beberapa buku resep yang ada di perpus. Kesimpulan saya : buku yang baik adalah memberikan diskripsi lengkap dengan bahasa yang mudah. Saya akui tidak setiap resep bekerja dengan baik karena beberapa faktor. Salah satunya adalah menjelaskan proses dan kondisi itu cukup menantang. Menurut saya makin detail dan kemungkinan kesalahan disebutkan makin baik.
Itulah kenapa saya kurang begitu suka buku Martha Steward, Nigella atau ibu Delia Smith (catatan : buku loh ya, bukan website atau acara program teve). Walau secara food photography buku Delia itu paling inspiring. Bukunya yang terakhir cukup bikin heboh karena berisi bagaimana "cheating" dalam memasak. Buku-nya Jamie mesti photonya juga cakep dan acaranya asik, tapi kok mencoba resepnya butuh kekuatan besar.
Buku Dorie ini baru saya punya beberapa minggu tapi saya sudah ketagihan. Bahasanya simple banget dengan logika pembuatan yang masuk akal. Yang saya suka adalah ia memberikan ruang untuk mencoba dengan bahan lain (dia memakai "playing around") dan juga bagaimana menyimpan dan ketahanan kue setelah dibuat. Photonya juga terkesan "rumahan" banget dengan tata cahaya seadanya dan piranti dapur yang udah dipakai bertahun-tahun. Kliatan lebih rustic dan sederhana. Ngga heran jika orang sini membandingkan head-to-head dengan buku Martha.
Saya akui kekuatan photo/ilustrasi cukup membuat saya memutuskan mencoba atau tidak. Tapi tingkat kesulitan dan juga kompleksitas memasak menjadi pertimbangan berikutnya. Sebagai pemula, saya memilih yang gampang atau sedang. Disisi lain saya juga pengen belajar dari bawah, memahami basic cooking dengan baik dan benar. Apalagi saya punya rasa gamang jika gagal.
Seperti photography, cooking dan baking ternyata berjalan mirip. Semakin banyak latihan semakin terasah. Semakin memahami tiap material semakin kita bisa berimprovisasi. Kok jadi inget material kayu, baja, besi, beton yah. Masing-masing punya kelemahan dan kelebihannya. Satu pas untuk ini, yang satu lebih bagus buat itu.
Soal buku Dorie, nampaknya saya belajar banyak dari logika dia. Dan itu pas banget dengan style saya yang ngga terlalu ketat atau sebagai pemula di negeri ini. Tidak terlalu menggurui tapi lebih sebagai partner memasak.
Hingga sekarang saya lebih suka mencoba lewat buku. Entahlah, mungkin karena saya hobi baca. Resep di internet saya cari jika untuk membandingkan hasilnya. Atau udah kebelet pengen dapet tapi ngga jamin jadi. Mencoba lewat acara TV? big NO NO NO. Saya ngga bisa konsen. Saya lebih suka lihat teknis2 seperti Jamie yang mengajarkan memasak di oven alami di luar rumah ala Itali. Bukan pengen masaknya tapi pengen membuat oven dari lempung atau batu bata.
Ada dua lagi buku resep dari Inggris (bawaan) yang saya lihat yakni River Cottage-nya Hugh Fearnley dan Food Heroes-nya Rick Stein. Keduanya saya suka acara di teve, tapi bukunya tampil beda. Hugh isinya seperti kitab, tebel banget dengan detail yang luar biasa. Bahkan kadang cerita tentang kehidupannya di peternakan organik. Sedang Rick Stein mencoba lebih lokal, yakni mencari bahan terbaik yang ada disekitar kita.
Buku Direktori Food Heroes berisi para penghasil bahan memasak dari peternakan Scotland hingga Irlandia. Style-nya betul2 homemade. Salah satu signature yang membedakan adalah Rick Stein ini suka banget memasak seafood. Jadi emang pas dengan kami yang penghobi ikan. Sedang Hugh sangat bergaya peternakan alias makan apa aja termasuk kelinci, burung pheasant, burung puyuh atau kalkun.
Cuma itu tadi, selebriti chef belum tentu menghasilkan buku resep yang oke. Itu sih tergantung gaya mereka memasak dan juga bagaimana cara pengerjaan dan logika pembuatan juga lingkungan (negara, environment) dimana mereka dibesarkan. Di US sini ada Rachel Ray atau Barefoot Contessa. Banyak sekali pengagum Rachel, karena gampang dan cenderung fast-food style yang jelas beda banget dengan saya.
Well, kembali ke kitanya. Enak dilihat dan ditonton itu beda dengan enak dibuat in my perpective as beginner cook.
No comments:
Post a Comment